GTT, POTRET BURAM SEORANG GURU

sebuah judul artikel di salah satu surat kabar di solo ini, menggelitik hatiku untuk mengupasnya lebih jauh, tentunya sesuai dengan kemampuanku yang hanya sebatas GTT di sebuah SD, yang tidak bisa muluk-muluk dalam berpikir, menyusun pemikiran sederhana dalam untaian kata-kata yang indah, dan segala hal yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang mengaku akademisi. yang saya pikirkan hanyalah bagaimana saya bisa menggunakan honor yang tidak seberapa untuk kebutuhan selama 1 bulan.

yah, kebingungan memang, ketika harus membagi penghasilanku yang oleh kepala sekolah diistilahkan sebagai "uang sabun", tapi itulah jalan yang aku tempuh, yang merupakan sebuah pilihan yang keluar dari hati dan pemikiranku.
Keberadaan guru tidak tetap (GTT) saat ini menjadi salah satu persoalan pelik di dunia pendidikan kita. Hampir di setiap kabupaten/kota di Indonesia terdapat persoalan yang sama, yaitu terkait rendahnya kesejahteraan GTT dan ketidakjelasan status bagi mereka.(solopos/09-02-08). ketika saya membaca tulisan ini, aku kembali memikirkan, apa sebenarnya yang saya cari, ketika saya memutuskan untuk menjadi seorang GTT, ato bisa juga disebut guru WB, dalam beberapa menit aku terdiam, kembali membuka memory, ketika di suatu waktu aku ditawari untuk mengajar di salah satu SD yang "tidak favorit" sebagai salah satu staff pengajar, saat itu aku langsung menerima, tanpa memikirkan honor yang akan saya terima, apalagi sampai kepikiran supaya jadi PNS, karena aku hanya mengikuti naluriku, yang begitu senang dekat dengan anak-anak. tapi setelah waktu berjalan, dan aku merasakan beban hidup yang membumbung tinggi, timbul keraguan dalam hatiku, ketika mengingat honor yang tak seberapa, dan status yang nggak jelas.
tidak bisa di pungkiri, bahwa maraknya orang-orang ramai menjadi GTT, adalah harapan mereka untuk di angkat menjadi PNS, sebagaimana yang di programkan pemerintah, tetapi bagi saya itu adalah sebuah hal masih absurd.
jujur, ketika melihat guru yang PNS, timbul rasa iri dalam hati, dengan kejalasan status mereka, dan juga gaji mereka,tetapi tanggungjawab yang dipikul sama, bahkan lebih banyak tanggungjawab yang di emban oleh GTT. dengan kesejahteraan yang selalu meingkat dari tahun ke tahun, banyak PNS yang belum bisa menunjukkan etos kerja yang tinggi dalam melaksanakan kewajibannya. bahkan dengan adanya GTT, mereka berpikir ada yang menggantikan tugas-tugasnya, sehingga banyak yang seenaknya tidak masuk, ato sebelum jam kerja habis dah pulang. ketika seperti itu, lagi-lagi GTT yang jadi korban

Comments

Popular Posts